Muhasabah
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[Al-Alaq, 96 : 1-5]
….niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[Mujaadilah, 58 : 11]
Hai orang yang berkemul (berselimut),
Bangunlah, lalu berilah peringatan!
[Al-Muddathir, 74 : 1-2]
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”
[ Fusshilat, 41 : 33]
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
[Ali Imran, 3 : 110]
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
[Ali Imran, 3 : 104]
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan keterangan (saksi dan bukti) yang telah diberikan Allah kepadanya?
[Al-Baqarah, 2 : 140]
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati.
[Al-Baqarah, 2 : 159]
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi SAKSI atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi SAKSI atas (perbuatan) kamu.
[Al-Baqarah, 2 : 143]
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi SAKSI atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi SAKSI atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, Maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
[Al-Hajj, 22 : 78]
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[At-Taubah, 9 : 38-39]
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
[At-Taubah, 9 : 41]
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
[Muhammad, 47 : 7]
Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.
[As-Shaff, 61 : 13]
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.
[At-Taubah, 9 : 111]
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
[As-Shaff, 61 : 10-11]
http://msmonline.net
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. THAHA:132)
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (TQS 2 :216)
”Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS 16: 96)
……… sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (TQS. 2: 214)
Muhasabah, Karakteristik Seorang Muslim
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr :18)
Setiap orang apapun profesinya pasti menginginkan peningkatan kualitas diri menuju tingkat yang paling ideal dalam semua sisinya: ilmu, moral, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya. Salah satu sarana yang dapat mengantarkan manusia mencapai tingkat kesempurnaan sebagai manusia dan hamba Allah yang beriman adalah muhasabah (evaluasi diri).
Muhasabah termasuk Qadhaaya Imaniyah.
Muhasabah termasuk Qadhaaya Imaniyah, permasalahan yang sangat menentukan kualitas keimanan. Oleh karena itu, Allah SWT membuka ayat muhasabah di atas dengan seruan yang mesra (An Nidaa’u’h Habib) pada orang-orang yang beriman. Ya Ayyuhalladziina Aamanuu, artinya barometer keimanan seorang mukmin sangat ditentukan oleh sejauh mana ia menerapkan muhasabah dalam kehidupannya.
Muhasabah dalam meneliti sejauh mana kebaikan dan keburukan dirinya, sejauh mana kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai rabbani, baik dalam kapasitasnya sebagai pejabat, karyawan, ibu rumah tangga, politikus, ilmuwan, pelaku bisnis, juranlis dan lainnya. Ia selalu menghisab kebaikan dan keburukan yang dimilikinya dan merenung, apa jadinya jika menghadap Allah di akhirat kelak dalam kondisi belepotan dosa dan nista?
Di saat menafsirkan Q.S Al-Hasyr: 18, Ibnu Katsir mengatakan : “Maknanya hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Dan lihatlaah amal-amal shalih yang telah kalian tabung untuk diri kalian pada hari kembali kalian dan pertemuan dengan Rabb kalian. Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui seluruh perbuatan dan keadaan kalian. Tidak ada sesuatu apa pun pada diri kalian yang tidak diketahui Allah.”
Muhasabah adalah Kunci Sukses Kehidupan Salafushshalih
Jika kita membuka lembaran-lembaram biografi manusia-manusia unggul yang berpengaruh dalam peradaban dunia dari generasi terbaik ummat ini, kita akan temukan kehidupan mereka tidak pernah sepi dari muhasabah. Padahal mereka begitu banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai macam ketaatan, cepat merespon semua seruan Allah, meskipun demikian mereka tetap merasa takut bila amal-amal mereka tidak diterima oleh Allah SWT.
Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, pernah memegang lidahnya sambil mengatakan “Lidah inilah yang menjerumuskan saya ke dalam banyak lobang (kesalahan). Beliau sering menangis dan mengatakan “Demi Allah, sungguh saya berharap bisa menjadi pohom yang dimakan dan dilumat saja tanpa dimintai pertanggungjawaban.”
Umar bin Khattab RA saking seringnya menangis, sampai terlihat di wajahnya dua goresan hitam beks tangisan. Padahal semua orang tahu betapa kekar dan beraninya beliau. Ummar berkata, “Aku sangat berharap menjadi orang yang selamat dihisab tanpa pahala dan dosa.”
“Ustman bin Affan RA setiap kali berhenti pada suatu kuburan selalu menangis sampai air matanya membasahi jenggotnya. Beliau berkata: “Seandainya aku ada di antara surga dan neraka, tidak tahu aku aku diperintahkan masuk ke mana, niscaya aku akan memilih untuk menjadi abu saja sebelum aku tahu di mana aku ditempatkan.”
Demikain pula Ali bin Abi Thalib RA, beliau dikenal banyak menangis dan takut serta banyak muhasabah. Karenanya Allah SWT memuji mereka dan orang-orang yang satu visi dan misi mereka dalam firman-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan azab Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, karena mereka tahu sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minuun: 57-60)
Rasulullah menegaskan, “Mereka adalah orang-orang yang rajin puasa, salat, shadaqah, rajin puasa, tetapi mereka selalu takut jangan-jangan Allah tidak menerima amal-amal. Mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapat kebaikan-kebnaikan.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).
Macam-macam Muhasabah
Muhasabah terbagi dua macam. Pertama, muhasabah sebelum melakukan suatu perbuatan, yaitu seseorang berpikir di awal tekad dan keinginannya serta tidak terburu-buru melakukan suatu perbuatan hingga ia mendapatkan kejelasan tentang perbuatan tersebut.
Kedua, muhasabah setelah melakukan suatu perbuatan yang terbagi ke dalam tiga jenis.
Muhasabah atas ketaatan kepada Allah SWT yang ia lalaikan sehingga ia tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya.
Muhasabah terhadap setiap perbuatan yang lebih baik ia tinggalkan daripada ia kerjakan.
Muhasabah terhadap hal-hal yang mubah dan bersifat rutinitas, apakah dengan perbuatan itu yang ia inginkan Allah dan akhirat, sehingga ia menjadi orang yang beruntung?
Begitu pentingnya muhasabah dan merancang strategi kehidupan untuk masa depan yang lebih baik di dunia dan akhirat, sampai diapit oleh perintah “bertakwalah kepada Allah SWT” yang menunjukkan bahwa indikasi orang yang bertakwa selalu melakukan muhasabah atas segala aktivitasnya, dan muhasabah itu efektif bila diiringi dengan takwa. Dan orang yang bertakwa senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat dengan “Lighadin”, untuk hari esok. Kata kunci untuk keselamatan kita di hari yang sangat mengerikan itu adalah muhasabah.
“Seseorang senantiasa baik selagi ia mempunyai penasehat dari dirinya sendiri dan muhasabah menjadi keinginannya.” (Hasan Al-Bashri)
Kusyairi Suhail, Ahmad. Ummi. 2005. Muhasabah (Evaluasi Diri) Karakteristik Seorang Muslim. No. 11/XVI.
Muhasabah: Ayat-Ayat Taubat
Taubat berarti kembali. Sebuah perasaan takut kepada Allah Subhaanahu wa taala yang mendorong perasaan hamba untuk kembali kepada-Nya. Orang yang bertaubat, dialah orang yang takut, menyesal, dan ingin kembali.
Ia menyucikan diri dari segala dosa dan maksiat, lalu kembali pada Allah Subhaanahu Wa Taala dengan segala kesadaran. Ia akan berkata, “Ya Rabbku, dosa yang kulakukan selama bertahun-tahun ini akan kuhentikan, karena cinta dan taatku pada-Mu.” Itulah taubat. Kita tinggalkan maksiat, dan kembali ke jalan-Nya.
Mengapa Bertaubat?
Sejatinya, ketika jiwa kita merasakan urgensi taubat, maka kita harus mengerti garis start-nya. Untuk memulainya, kita harus memahami kedudukan kita di hadapan Allah I. Harus kita sadari berapa banyak kita melanggar hak Allah. Saat kita mulai menyadari, hati ini seakan terasa diperas. Ia seolah terbakar, hingga mulut kita pun bergumam, “Aku harus bertaubat!”
Kita bertaubat dari dosa besar! Mungkin Anda akan mengatakan, “Aku melakukan dosa besar? Bagaimana mungkin? Seperti apa?”
Saudaraku! Bukankah mengakhirkan shalat—tanpa udzur—itu dosa besar? Bukankah lalai dalam shalat itu dosa besar? Allah Subhaanahu Wa Taala berfirman, artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al Mâ’ûn: 4-5).
Celaka! Celaka bagi yang melalaikan shalatnya. Ibnu Abbâs Radhiyallahu Anhu berkata, “Mereka yang melalaikan shalat itu adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”
Apakah kita tahu, betapa kita sangat membutuhkan taubat? Kita butuh bertaubat dari shalat yang diakhirkan, bertaubat dari kebiasaan melaksanakan shalat subuh setelah matahari terbit. Bertaubat dari kedurhakaan kepada kedua orang tua. Bukankah itu dosa besar?
Selanjutnya, apa pendapat kita tentang pengantar zina? Itu dosa besar! Lalu apa yang mendahului zina itu? Zina mata. Menonton saluran parabola yang menyuguhkan film porno, atau menjelajahi situs-situs blue di internet. Bukankah semua itu pengantar zina? Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Dan zina mata adalah melihat.” (HR. Bukhârî dan Muslim).
Untuk Muslimah yang belum menutup aurat, berapa helai rambutmu yang terlihat? Berapa bagian tubuhmu yang tersingkap? Apakah Anda tidak perduli dengan aurat yang terlihat itu? Padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda tentang wanita-wanita yang membuka auratnya, “Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium baunya. Sesungguhnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan begini dan begini.” (HR. Muslim).
Bukankah itu dosa? Setiap kali orang melihat aurat Anda, maka Anda akan mengambil bagian dosa. Berapakah orang yang melihat Anda? Berjuta dosa dilakukan setiap hari! Bagaimana kita akan menghadap Allah Subhaanahu Wa Taala ? Demi Allah, bila kita menghitung dosa selama sebulan, tentu akan sebesar gunung.
Sufyân Ats-Tsaurî—rahimahullâh—berkata, “Suatu hari aku duduk-duduk menghitung dosa-dosaku. Lalu aku berkata pada diriku, “Kau akan bertemu Allah, wahai Sufyân, Dia akan menanyakan padamu dosa demi dosa.”
Bayangkanlah, siapakah Sufyân? Ia seorang imam atba’ tâbi’în yang sholeh. Lalu berapa kali kita menghitung dosa yang kita lakukan?
Ia berkata lagi pada dirinya, “Inikah yang kau ingat, wahai Sufyân? Bagaimanakah yang Allah ingat, dan kau melupakannya? Bertaubatlah sebelum engkau bertemu Allah Subhaanahu Wa Taala.”
Taubat, Jalan Pintas Menebus Dosa
Ketika saat berumur 15 tahun, kita durhaka kepada kedua orang tua. Lalu pada saat berumur 30 tahun, dosa itu kita tinggalkan. Apakah dosa kita telah diampuni, dihapus, atau dilenyapkan untuk selamanya? Benar, kita telah menghentikan dosa, tapi sudahkah kita bertaubat? Jika belum, berarti kita belum diampuni. Ini merupakan kaedah penting, tetapi manusia sering melupakan.
Bayangkan, di hari kiamat kita menghadap Allah Subhaanahu Wa Taala dan ditanya dosa yang telah kita tinggalkan selama sepuluh tahun, dan kita pun telah melupakannya. Lalu kita menjawab, “Wahai Tuhanku, aku telah meninggalkan dosa itu, aku telah melupakannya.” Tetapi sudahkah ia bertaubat? Belum! Maka firman Allah (artinya), “Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Mahamenyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Mujâdalah: 6).
Allah Subhaanahu Wa Taala juga berfirman (artinya), “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (QS. Al Kahfî: 49).
Perhatikanlah pula firman Allah berikut ini, artinya: “Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar: 53-55).
Marilah kita bertaubat, “Supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik”. QS. Az-Zumar: 58).
Perhatikanlah ayat berikut ini (artinya), “Dan pada hari kiamat, kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” (QS. Az-Zumar: 60).
Di hari kiamat, kita akan melihat wajah hitam orang yang enggan bertaubat dan tunduk pada Allah Subhaanahu Wa Taala. Perhatikanlah, mengapa mereka dikatakan orang sombong? Karena ia enggan bertaubat. Padahal Allah Subhaanahu Wa Taala berjanji akan mengampuni segala macam dosa. Betapa kesombongan telah menghancurkannya karena menolak taubat.
Kemudian, resapilah keindahan susunan Al Qur’an ini: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222).
Renungkanlah, Allah Subhaanahu Wa Taala akan mencintai kita, kalau kita mau bertaubat. Allah Subhaanahu Wa Taala berfirman (artinya), “Dan Allah hendak menerima taubatmu….” (QS. An-Nisâ: 72).
Lihatlah! Apa yang Allah inginkan dari diri kita? “Dan Allah hendak menerima taubatmu….” Allah menghendaki manusia bertaubat, tetapi pengikut hawa nafsu enggan bertaubat.
Jika kita enggan bertaubat, maka Allah Subhaanahu Wa Taala akan menegur, “Dan barangsiapa tidak mau bertaubat, maka ia termasuk orang yang berbuat zalim.” (QS. Al Hujurât: 11).
Allah Subhaanahu Wa Taala juga telah berfirman (artinya), “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.” (QS. Ali ‘Imrân: 133).
Mayoritas dari penghuni neraka adalah orang-orang yang gemar menunda-nunda. Mereka mengatakan, “Insya Allah, aku akan mengenakan jilbab setelah kuliah.” Atau, “Insya Allah, setelah aku menikah nanti, aku akan tekun mengerjakan shalat dan meninggalkan minuman-minuman keras.”
Ia katakan insya Allah, lalu berdusta. Ini adalah menunda-nunda. Menunda-nunda adalah tentara Iblis untuk menggelincirkan manusia. Maka, bersegeralah menuju rahmat Allah, bertaubat dan hidup dalam naungan-Nya. Bertaubatlah, karena jeritan penghuni neraka bukan hanya karena pedihnya siksa api neraka, tetapi juga karena keengganan manusia untuk bertaubat.
Hadits-hadits Taubat
Marilah kita renungkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, melihat-lihat keindahan dan kemudahan Islam, sehingga kita tidak akan lagi mendengar kekerasan, kegarangan, kesusahan, maupun kepelikan yang sering disematkan kepada ajaran Islam. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Wahai manusia, minta ampunlah pada Tuhan kalian, dan bertaubatlah. Maka aku meminta ampun dan bertaubat pada Allah seratus kali setiap hari.” (HR. Bukhârî dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam meminta ampun dan bertaubat setiap hari seratus kali. Sedangkan kita, selama sepuluh tahun tidak pernah bertaubat sama sekali. Rasul yang ma’shûm, terjaga dari maksiat, bertaubat seratus kali setiap hari? Bertaubat dari apa? Derajat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah tinggi di sisi Allah, dan ia ingin mengangkat derajatnya dengan cinta dan ma’rifat Allah Subhaanahu Wa Taala.
Apakah kita ingat, kapan terakhir kali kita bertaubat? Sudahkah kita mengulangi taubat itu lagi atau belum?
Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sungguh, Allah membentangkan tangan-Nya setiap malam, agar orang yang berbuat kejelekan di siang hari mau bertaubat. Dan Dia juga membentangkan tangan-Nya di siang hari, agar orang yang berbuat kejelekan di malam hari mau bertaubat.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Sebuah Kisah
Di zaman Nabi Musa Alaihissalam, terjadi masa paceklik. Manusia dan hewan kehausan, dan hampir mati, karena sedikitnya persediaan air. Mereka lelah hingga berkata, “Wahai Musa, serulah Allah, dan mintalah agar hujan diturunkan!” Nabi Musa pun mengumpulkan mereka di satu tanah lapang, lalu ia berdoa kepada Allah. Mereka pun mengamini doa beliau, tetapi hujan tak kunjung turun. Akhirnya, ia pun berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak mau menurunkan hujan, padahal kami telah berdoa dan menghinakan diri pada-Mu?”
Allah Subhaanahu Wa Taala menjawab, “Wahai Musa, di antara kalian ada seorang yang berbuat maksiat selama empat puluh tahun, ia belum bertaubat. Maka ia menghalangi terkabulnya doa kalian.” Lalu Musa bertanya, “Lalu apa yang harus kami lakukan?” Allah Subhaanahu Wa Taala menjawab, “Keluarkanlah orang yang berbuat maksiat itu! Jika orang itu keluar dari barisan kalian, hujan akan turun.” Nabi Musa Alaihisslam pun berkata, “Aku minta kalian bersumpah pada Allah. Aku bersumpah pada Allah, di antara kita ada yang bermaksiat selama empat puluh tahun, hingga hujan tidak turun-turun, maka hendaklah ia mau keluar dari barisan.”
Orang yang berbuat maksiat itu menoleh ke kanan dan ke kiri, sekiranya ada yang keluar selain dia. Tetapi tidak ada seorang pun yang keluar. Tahulah ia kalau yang dimaksud adalah dirinya. Lalu ia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah berbuat maksiat selama em pat puluh tahun, dan Engkau berkenan menutupinya. Ya Tuhanku, jika aku keluar, maka namaku akan tercemar. Dan jika aku tetap tinggal, maka hujan tidak akan turun. Ya Tuhanku, aku sekarang bertaubat pada-Mu, aku menyesal, aku kembali pada-Mu. Maka ampunilah aku dan tutupilah kejelekanku.”
Hujan pun turun, akan tetapi orang yang berbuat maksiat itu tidak keluar dari barisan. Akhirnya, Nabi Musa u bertanya, “Ya Tuhanku, hujan telah turun, dan orang itu belum keluar?” Allah Subhaanahu Wa Taala menjawab, “Ya Musa, hujan telah turun dengan taubat hamba-Ku yang telah bermaksiat selama empat puluh tahun.”
Nabi Musa bertanya lagi, “Ya Tuhanku, tunjukkan orang itu padaku agar aku bergembira dengannya.” Allah menjawab, “Wahai Musa, ia telah bermaksiat kepada-Ku selama empat puluh tahun, dan aku telah menutupinya. Lalu apakah Aku akan membukanya padamu, mencemarkan namanya, padahal ia telah kembali pada-Ku?”
Sumber: Hati Sebening Mata Air, karya Amru Khalid
Siapa Penghuni Neraka Saqor?
Tentang keadaan orang-orang yang berdosa Al-Quran menjelaskan dalam Surat Muddatstir. ” Apa yang menyebabkan kamu masuk Neraka Saqar?” ( Surat ke 74 : 42). Inilah jawaban orang-orang yang berada di dalam Neraka Saqar (yaitu Neraka yang dijaga oleh 19 malaikat, yang menghanguskan kulit manusia).
1. ” Dulu kami termasuk orang-orang yang meninggalkan sholat.” (ayat 43)
2. ” Kami kikir,tidak memberi makan orang miskin & tidak memuliakan anak yatim.” (ayat 44)
3. ” kami juga berbicara untuk tujuan yang bathil.” (ayat 45)
4. ” dan kami tidak percaya akan hari pembalasan sampai datang kematian pada kami.” (ayat 46-47)
Mari renungkan bersama,mengapa Allah menurunkan Surat ke 74 ini? Apakah Allah hanya menakut-nakuti manusia? atau ada tujuan baik lain? Sesungguhnya setiap sesuatu yang Allah perintahkan, Allah larang, Allah tunjukkan.. adalah untuk kebahagiaan hidup manusia baik di dunia maupun akherat. Allah menunjukkan keadaan Neraka Saqar seperti itu supaya kita berpikir dan menjauhi hal-hal yang menyebabkan seseorang terjebur ke dalam Neraka Saqar.
Ketika Allah menunjukkan akibat bagi orang-orang yang berdosa,maka Allah juga menunjukkan jalannya bagaimana agar kita tidak termasuk ke dalam orang-orang berdosa tsb..
1. Laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat
2. Muliakanlah anak yatim dan beri makan orang miskin
3. Beriman kepada Allah, Rasul SAW, Malaikat, Al-Quran, Hari Kiamat dan Takdir Allah
Sebenarnya Allah begitu sayang dan cinta pada kita. Tapi memang manusia sendirilah yang amat bodoh dan zalim. Sehingga petunjuk Allah, peringatanNya..dianggap angin lalu saja. Setiap hari yang ada di otaknya,adalah dunia,dunia,dunia… Jadilah akherat terabaikan, sedikit mengingat Allah,jika demikian siapa sebenarnya penyebab manusia masuk ke dalam Neraka Saqar? Manusia sendirilah..
Ketika Allah memberikan rezeki yang banyak, keadaan yang lapang, semua serba mudah, apa yang orang munafik katakan? Allah sedang memuliakanku. Tetapi ketika Allah menguji dengan kesempitan,diberikan musibah,dibangkrutkan usahanya apa yang orang munafik katakan? Allah sedang menghinakanku.. Sungguh amat tidak tau diri manusia seperti ini, ketika diberi kebaikan lisannya memuji Allah tapi tindakannya tidak ada satupun yang menunjukkan rasa syukurnya. Harta yang Allah berikan digenggamnya erat, tidak dibersihkan, tidak dikeluarkan yang menjadi hak anak yatim & orang miskin. Nah ketika Allah memberi peringatan karena kesalahannya ini.. dia malah berkata Allah sedang menghinaku,padahal keburukan yang menimpanya adalah kesalahan dirinya sendiri karena kikir.
Marilah fahami ini,bukan Allah yang memasukkan manusia ke dalam Neraka Saqar..tetapi manusia sendirilah yang menceburkan diri ke dalamnya karena ia tidak memilih jalan lurus sesuai petunjuk Allah,untuk taat pada Allah (habluminallah) dan menunaikan kewajibannya terhadap sesamanya (habluminnanas).
Ta’liful Qulub
Oleh: Abdurachman Al Ghoruty, S.Pd
“Ruh-ruh itu adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, yang telah saling mengenal maka ia (bertemu dan) menyatu, sedang yang tidak maka akan saling berselisih (dan saling mengingkari)”. (HR. Muslim)
Inilah karakter ruh dan jiwa manusia, ia adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, kesatuaannya adalah kunci kekuatan, sedang perselisihannya adalah sumber bencana dan kelemahan. Jiwa adalah tentara Allah yang sangat setia, ia hanya akan dapat diikat dengan kemuliaan Yang Menciptakanya,. Allah berfirman yang artinya:
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelajakan semua (kekayaan) yang berada dibumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. 8:63)
Dan tiada satupun ikatan yang paling kokoh untuk mempertemukannya selain ikatan akidah dan keimanan. Imam Syahid Hasan Al Banna berkata:“Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran”. (Risalah Ta’lim, 193)
Sebab itu, hanya dengan kasih mengasihi karena Allah hati akan bertemu, hanya dengan membangun jalan ketaatan hati akan menyatu, hanya dengan meniti di jalan dakwah ia akan berpadu dan hanya dengan berjanji menegakkan kalimat Allah dalam panji-panji jihad fi sabilillah ia akan saling erat bersatu. Maka sirami taman persaudaraan ini dengan sumber mata air kehidupan sebagai berikut:
1. Sirami dengan mata Air Cinta dan Kasih sayang
Kasih sayang adalah fitrah dakhil dalam jiwa setiap manusia, siapapun memilikinya sungguh memiliki segenap kebaikan dan siapapun yang kehilangannya sungguh ditimpa kerugian. Ia menghiasi yang mengenakan, dan ia menistakan yang menanggalkan. Demikianlah pesan-pesan manusia yang agung akhlaqnya menegaskan. Taman persaudaraan ini hanya akan subur oleh ketulusan cinta, bukan sikap basa basi dan kemunafikan. Taman ini hanya akan hidup oleh kejujuran dan bukan sikap selalu membenarkan. Ia akan tumbuh berkembang oleh suasana nasehat menasehati dan bukan sikap tidak peduli, ia akan bersemi oleh sikap saling menghargai bukan sikap saling menjatuhkan, ia hanya akan mekar bunga-bunga tamannya oleh budaya menutup aib diri dan bukan saling menelanjangi. Hanya ketulusan cinta yang sanggup mengalirkan mata air kehidupan ini, maka saringlah mata airnya agar tidak bercampur dengan iri dan dengki, tidak keruh oleh hawa nafsu, egoisme dan emosi, suburkan nasihatnya dengan bahasa empati dan tumbuhkan penghargaannya dengan kejujuran dan keikhlasan diri. Maka niscaya ia akan menyejukkan pandangan mata yang menanam dan menjengkelkan hati orang-orang kafir (QS.48: 29).
2. Sinari dengan cahaya dan petunjuk jalan
Bunga-bunga tamannya hanya akan mekar merekah oleh sinar mentari petunjuk-Nya dan akan layu karena tertutup oleh cahaya-Nya. Maka bukalah pintu hatimu agar tidak tertutup oleh sifat kesombongan, rasa kagum diri dan penyakit merasa cukup. Sebab ini adalah penyakit umat-umat yang telah Allah binasakan. Dekatkan hatimu dengan sumber segala cahaya (Alquran) niscaya ia akan menyadarkan hati yang terlena, mengajarkan hati yang bodoh, menyembuhkan hati yang sedang sakit dan mengalirkan energi hati yang sedang letih dan kelelahan. Hanya dengan cahaya, kegelapan akan tersibak dan kepekatan akan memudar hingga tanpak jelas kebenaran dari kesalahan, keikhlasan dari nafsu, nasehat dari menelanjangi, memahamkan dari mendikte, objektivitas dari subjektivitas, ilmu dari kebodohan dan petunjuk dari kesesatan. Sekali lagi hanya dengan sinar cahaya-Nya, jendela hati ini akan terbuka. “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al Quran ataukah hati mereka telah terkunci”. (QS. 47:24)
3. Bersihkan dengan sikap lapang dada
Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar ( mementingkan orang lain dari diri sendiri) demikian tegas Hasan Al Banna. Kelapangan dada adalah modal kita dalam menyuburkan taman ini, sebab kita akan berhadapan dengan beragam tipe dan karakter orang, dan “siapapun yang mencari saudara tanpa salah dan cela maka ia tidak akan menemukan saudara” inilah pengalaman hidup para ulama kita yang terungkap dalam bahasa kata untuk menjadi pedoman dalam kehidupan. Kelapang dada akan melahirkan sikap selalu memahami dan bukan minta dipahami, selalu mendengar dan bukan minta didengar, selalu memperhatikan dan bukan minta perhatian, dan belumlah kita memiliki sikap kelapangan dada yang benar bila kita masih selalu memposisikan orang lain seperti posisi kita, meraba perasaan orang lain dengan radar perasaan kita, menyelami logika orang lain dengan logika kita, maka kelapangan dada menuntut kita untuk lebih banyak mendengar dari berbicara, dan lebih banyak berbuat dari sekedar berkata-kata. “Tidak sempurna keimanan seorang mukmin hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya”. ( HR. Bukhari Muslim)
4. Hidupkan dengan Ma’rifat
Hidupkan bunga-bunga di taman ini dengan berma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benar ma’rifat, ma’rifat bukanlah sekedar mengenal atau mengetahui secara teori, namun ia adalah pemahaman yang telah mengakar dalam hati karena terasah oleh banyaknya renungan dan tadabbur, tajam oleh banyaknya dzikir dan fikir, sibuk oleh aib dan kelemahan diri hingga tak ada sedikitpun waktu tersisa untuk menanggapi ucapan orang-orang yang jahil terlebih menguliti kesalahan dan aib saudaranya sendiri, tak ada satupun masa untuk menyebarkan informasi dan berita yang tidak akan menambah amal atau menyelesaikan masalah terlebih menfitnah atau menggosip orang. Hanya hati-hati yang disibukkan dengan Allah yang tidak akan dilenakan oleh Qiila Wa Qaala (banyak bercerita lagi berbicara) dan inilah ciri kedunguan seorang hamba sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah apabila ia lebih banyak berbicara dari berbuat, lebih banyak bercerita dari beramal, lebih banyak berangan-angan dan bermimpi dari beraksi dan berkontribusi. “Diantara ciri kebaikan Keislaman seseorang adalah meninggalkan yang sia-sia”. ( HR. At Tirmidzi).
5. Tajamkan dengan cita-cita Kesyahidan
“Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial membuat kegaduhan” inilah pengalaman medan para pendahulu kita untuk menjadi sendi-sendi dalam kehidupan berjamaah ini. Kerinduan akan syahid akan lebih banyak menyedot energi kita untuk beramal dari berpangku tangan, lebih berkompetisi dari menyerah diri, menyibukkan untuk banyak memberi dari mengoreksi, untuk banyak berfikir hal-hal yang pokok dari hal-hal yang cabang. “Dan barang siapa yang meminta kesyahidan dengan penuh kejujuran, maka Allah akan menyampaikanya walaun ia meninggal diatas tempat tidurnya”. ( HR. Muslim)
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah bersatu berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahay-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
Amin…
Surah 4. An Nisaa’ (wanita).
137. Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
138. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
139. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
140. Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar