Peristiwa Isra Mi’raj merupakan kejadian spektakuler yang pernah terjadi pada diri seorang manusia. Berita perjalanan spiritual ini ditegaskan pada awal Surat Al-Isra, perjalanan vertikal Mi’raj tertuang pada awal Surat An-Najm, sedangkan rincian peristiwa Isra Mi’raj terdapat pada hadits-hadits Nabi Saw.
Yang melatarbelakangi peristiwa besar dan spektakuler di bulan Rajab ini adalah datangnya ujian yang menyebabkan Rasulullah Saw dirundung kesedihan, sehingga dalam tahun tersebut disebut sebagai يوم الحزن Yaumul Huzn (Tahun Kesedihan).
Adapun yang menyebabkan kesedihan tersebut adalah pertama, wafatnya istri Beliau yang tercinta yakni Siti Khadijah Ra. yang selama ini menemani perjuangan dakwah Rasulullah Saw.
Patut dicermati bahwa rasa kehilangan Beliau akan istri terkasih ini memiliki beberapa alasan. Di antaranya, Siti Khadijah adalah figur seorang istri yang menemani dan memompa semangat Rasulullah Saw sejak Beliau mengalami peristiwa awal Kenabiannya. Sebagai seorang istri, Siti Khadijah merupakan pendamping yang lengkap seorang suami ketika mengalami kegelisahan dan kegundahan saat menghadapi situasi sulit.
Siti Khadijah adalah seorang pebisnis, tapi bukan wanita karir yang merasa lebih (menonjol) dari suaminya karena bisa mencari nafkah sendiri. Beliau adalah tipe wanita sholihah, yang membuat ‘betah’ suaminya ketika berada di rumah.
Rasulullah Saw dilamar oleh Siti Khadijah, bukan sebaliknya. Ketertarikan Siti Khadijah disebabkan karena sifat kejujuran dan kepribadiannya, sejak awal interaksinya dalam bisnis perdagangan.
Rasulullah Saw saat itu merupakan sosok pebisnis yang sukses dengan harta yang melimpah, tapi keadaan itu tidak membuatnya lupa. Hartanya dipergunakan untuk membantu kaum yang lemah. Kepribadiannya yang luhur tercermin dari sikap kejujuran dan kesungguhannya memegang amanah.
Ketika usia Beliau mencapai 40 tahun, muncullah kematangan spiritual pada diri Beliau. Salah satu tanda kematangan spiritual pada diri seseorang adalah meninggalkan suatu perbuatan yang tidak membawa manfaat. Hatinya tergerak kepada sesuatu yang besar di luar penampakan fisik (dunia). Saat usia tersebut Rasulullah Saw telah melihat berbagai ketimpangan sosial dan ketidakadilan di tengah masyarakat. Apa yang dilihat dan dialami saat itu membuat kegelisahan dalam diri Beliau.
Rasa kegelisahan ini disalurkan dengan mencari Tuhan. Beliau mengasingkan diri ke Jabal Nur dengan motivasi mendapatkan petunjuk, bukan karena adanya kekecewaan atau kebencian. Dalam kondisi seperti itu, sang istri dengan setia mengirimkan makanan setiap harinya.
Suatu ketika datanglah Jibril As di tengah kesendiriannya. Saat terjadi guncangan hebat tersebut, tidak ada yang Beliau cari selain istri Beliau tercinta. Siti Khadijah memiliki usul agar apa yang dialami suaminya itu bisa diceritakan kepada saudaranya yang memiliki kitab suci (Injil) yang asli. Diharapkan dengan mendatanginya akan diperoleh informasi dan penilaian yang tepat atas apa yang sedang dialami suaminya itu.
Waraqah bin Naufal – paman Siti Khadijah – yang didatangi keduanya menyatakan bahwa sosok yang mendatangi Muhammad Saw adalah Namus (Jibril As), malaikat yang juga pernah mendatangi para Nabi-nabi sebelumnya. Dan sudah menjadi ketetapan bahwa setiap Nabi yang muncul akan banyak dimusuhi. Sehingga akan dicaci, dihina dan diasingkan. Apa yang dibuktikan olehnya akan dikatakan sebagai sihir, dan apa yang diperbuatnya akan dituding ‘gila’ (majnun) karena menyalahi adat kebiasaan. Jika seandainya ia berumur panjang dan dapat mengalami masa di mana Muhammad Saw dimusuhi tersebut maka ia akan brsedia untuk membelanya mati-matian.
Apa yang diprediksikan Waraqah ternyata benar. Rasulullah Saw beserta pengikutnya dicaci maki hingga diusir dari kampung halamannya.
Inilah bukti betapa besar figur Siti Khadijah di hati Rasulullah Saw. Sebab di samping telah mengorbankan hartanya, di situasi kritis tersebut sebagai seorang istri ia tampil dengan gagasannya yang cemerlang memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang dialami suaminya. Oleh karenanya, wafatnya Siti Khadijah menyebabkan rasa ‘ kehilangan’ yang teramat sangat.
Pada tahun itu pula paman Beliau, Abu Thalib, juga dipanggil Allah SWT. Sosok paman Nabi ini adalah perisai menghadapi kaum Quraisy. Posisi Abu Thalib ini berada di tengah, antara kubu Rasulullah Saw dan para penentangnya. Selama Abu Thalib berada di tengah-tengah mereka, tidak ada seorang kafir Quraisy pun yang berani mencelakai atau membunuh Rasulullah Saw.
Sehingga, setelah wafatnya Abu Thalib sikap kebencian orang Quraisy terhadap Rasulullah dan pengikutnya semakin berani ditampakkan. Gangguan-gangguan yang mereka lakukan semakin kuat. Puncaknya adalah berhasilnya mereka membuat Rasulullah Saw beserta pengikutnya hijrah dari Mekah menuju Madinah. Hijrah ini maknanya diusir dari kampung halaman.
Malam 27 Rajab itulah penghibur Rasulullah Saw, Beliau diperjalankan dari wilayah bumi hingga wilayah langit, dan diperlihatkan Kekuasaan dan Kebesaran Allah melalui makhluk-makhluk yang ditemui Beliau Saw. Demikianlah latar belakang terjadinya peristiwa Isra Mi’raj, kesedihan yang luar biasa yang dialami Rasulullah Saw.
Sosok Rasulullah Saw yang agung adalah pribadi yang semakin matang secara spiritual (meningkat keimanannya) ketika Beliau mengalami tempaan ujian. Itulah yang dinamakanfashobrun jamiil [فصبر جميل].[1] Artinya sabar yang indah, tanpa diiringi dengan sikap menggerutu dan menyikapi ujian itu dengan kedewasaan.
Dalam kehidupan ini banyak orang sukses diuji dengan perkara yang buruk-buruk (musibah), lihatlah para Nabi dan Rasul. Dan betapa banyak orang yang menjadi hancur (binasa) lantaran diuji dengan sesuatu yang baik-baik (nikmat), lihatlah Firaun.
Dalam kisah Nabi Musa As banyak hikmah yang dipetik tentang bagaimana menghadapi sosok zhalim, Allah memerintahkan agar tetap menghadapinya dengan baik. Musa As dibimbing untuk menyampaikan risalah dengan qoulan layyinan [قولا لينا].[2]
Orang-orang yang beriman adalah mereka yang menjadikan setiap masalah yang dihadapinya sebagai media untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah, yang menurunkan ujian. Dan di balik adanya musibah ia mendapatkan power (kekuatan) dari Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar